- Akhir masa Kerajaan Pajajaran ditandai dengan pemindahan batu yang merupakan simbol dari kerajaan saat bertahta, sekaligus tamatnya riwayat Pajajaran. AKHIR masa...
Keruntuhan Kerajaan Pajajaran Warisan Prabu Siliwangi Ditandai Pemindahan Batu Sakral
Keruntuhan Kerajaan Pajajaran Warisan Prabu Siliwangi Ditandai Pemindahan Batu Sakral
25/02/2023 09:01:45

AKHIR masa Kerajaan Pajajaran ditandai dengan pemindahan batu yang merupakan simbol dari kerajaan saat bertahta, sekaligus tamatnya riwayat Pajajaran. Pemindahan batu ini dilakukan oleh Maulana Yusuf penguasa Banten, yang melakukan ekspansi ke ibu kota Pakuan, Pajajaran.
Kisah pemindahan batu ini tercantum pada buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquenne. Dimana dikisahkan batu yang dipindahkan oleh Maulana Yusuf bernama Palangka Sriman Sriwacana. Baca juga: Misteri Keris Naga Runting, Pusaka Sakti Milik Prabu Siliwangi Penguasa Kerajaan Pajajaran
Istilah batu Palangka sendiri secara umum memiliki arti tempat duduk, yang dalam bahasa Sunda berarti pangcalikan, yang secara kontekstual bagi Kerajaan Pajajaran, adalah tahta. Pada hal ini tahta tersebut melambangkan tempat duduk khusus, yang diperkenankan pada upacara penobatan seorang raja.
Di atas Palangka itulah, calon raja diberkati dengan berbagai prosesi upacara oleh pendeta tertinggi. Tempat Palangka berada di kabuyutan kerajaan, bukan di dalam istana. Sesuai dengan budaya Pajajaran, tahta tersebut dibuat dari batu dan diasah hingga halus mengkilap.
Kemudian diberi bahan tertentu yang fungsinya menjadikan batu tersebut serasa memiliki kesakralan tersendiri. Dari penduduk asli Sunda, menyebut batu jni sebagai batu pangcalikan atau batu ranjang. Baca juga: Kisah Pengkhianatan Pejabat Istana Kerajaan Pajajaran Berujung Takluk kepada Banten
Batu Pangcalikan sekarang bisa ditemukan di makam kuno dekat Situ Sangiang di Desa Cibalanarik, Kecamatan Sukaraja, Tasikmalaya dan di Karang Kamulyan, bekas pusat Kerajaan Galuh di Ciamis.
Sedangkan batu ranjang dengan kaki yang diukir dapat ditemukan di Desa Batu Ranjang, Kecamatan Cimanuk, Pandeglang. Letaknya di kawasan petakan sawah, yang terjepit pohon. Baca juga: Kisah Kerakusan Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Merampas Harta Rakyat dan Menikahi Selir Ayah
Perihal batu ini semasa Pajajaran sejak Prabu Siliwangi memang difungsikan sebagai tempat duduk, saat dinobatkan sebagai raja Pajajaran. Batu berukuran panjang 200 sentimeter, lebar 160 sentimeter, dan 20 sentimeter dari tingginya dibawa ke Banten.
Pemindahan batu ini karena budaya politik pada waktu itu mengharuskan melakukan cara demikian. Pemindahan batu ini membuat tak ada lagi penobatan raja baru di Pajajaran.
Selain itu pemindahan itu sengaja dilakukan oleh Banten guna memperkuat legitimasi Sultan Banten Maulana Yusuf yang menahbiskan menjadi penerus kekuasaan Pajajaran yang sah.
Apalagi buyut perempuan Maulana Yusuf adalah putri dari Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Sementara itu di sisi lain, seluruh atribut dan perangkat Kerajaan Pajajaran secara resmi telah diserahkan kepada Kerajaan Sumedang Larang, melalui empat Kandaga Lante.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini berada di depan keraton Surawosan di Banten. Karena wujudnya yang mengkilap, dan berbeda dengan batu lainnya, banyak orang Banten menyebutnya watu gigilang. Istilah gigilang artinya berseri atau mengkilap, sama dengan arti kata sriman.
Kisah pemindahan batu ini tercantum pada buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquenne. Dimana dikisahkan batu yang dipindahkan oleh Maulana Yusuf bernama Palangka Sriman Sriwacana. Baca juga: Misteri Keris Naga Runting, Pusaka Sakti Milik Prabu Siliwangi Penguasa Kerajaan Pajajaran
Istilah batu Palangka sendiri secara umum memiliki arti tempat duduk, yang dalam bahasa Sunda berarti pangcalikan, yang secara kontekstual bagi Kerajaan Pajajaran, adalah tahta. Pada hal ini tahta tersebut melambangkan tempat duduk khusus, yang diperkenankan pada upacara penobatan seorang raja.
Di atas Palangka itulah, calon raja diberkati dengan berbagai prosesi upacara oleh pendeta tertinggi. Tempat Palangka berada di kabuyutan kerajaan, bukan di dalam istana. Sesuai dengan budaya Pajajaran, tahta tersebut dibuat dari batu dan diasah hingga halus mengkilap.
Kemudian diberi bahan tertentu yang fungsinya menjadikan batu tersebut serasa memiliki kesakralan tersendiri. Dari penduduk asli Sunda, menyebut batu jni sebagai batu pangcalikan atau batu ranjang. Baca juga: Kisah Pengkhianatan Pejabat Istana Kerajaan Pajajaran Berujung Takluk kepada Banten
Batu Pangcalikan sekarang bisa ditemukan di makam kuno dekat Situ Sangiang di Desa Cibalanarik, Kecamatan Sukaraja, Tasikmalaya dan di Karang Kamulyan, bekas pusat Kerajaan Galuh di Ciamis.
Sedangkan batu ranjang dengan kaki yang diukir dapat ditemukan di Desa Batu Ranjang, Kecamatan Cimanuk, Pandeglang. Letaknya di kawasan petakan sawah, yang terjepit pohon. Baca juga: Kisah Kerakusan Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Merampas Harta Rakyat dan Menikahi Selir Ayah
Perihal batu ini semasa Pajajaran sejak Prabu Siliwangi memang difungsikan sebagai tempat duduk, saat dinobatkan sebagai raja Pajajaran. Batu berukuran panjang 200 sentimeter, lebar 160 sentimeter, dan 20 sentimeter dari tingginya dibawa ke Banten.
Pemindahan batu ini karena budaya politik pada waktu itu mengharuskan melakukan cara demikian. Pemindahan batu ini membuat tak ada lagi penobatan raja baru di Pajajaran.
Selain itu pemindahan itu sengaja dilakukan oleh Banten guna memperkuat legitimasi Sultan Banten Maulana Yusuf yang menahbiskan menjadi penerus kekuasaan Pajajaran yang sah.
Apalagi buyut perempuan Maulana Yusuf adalah putri dari Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Sementara itu di sisi lain, seluruh atribut dan perangkat Kerajaan Pajajaran secara resmi telah diserahkan kepada Kerajaan Sumedang Larang, melalui empat Kandaga Lante.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini berada di depan keraton Surawosan di Banten. Karena wujudnya yang mengkilap, dan berbeda dengan batu lainnya, banyak orang Banten menyebutnya watu gigilang. Istilah gigilang artinya berseri atau mengkilap, sama dengan arti kata sriman.
(don)