- Para jenderal TNI ini juga memiliki sikap sederhana dan rendah hati. Sifat ini yang membuat jenderal-jenderal dihormati dan disayangi oleh para prajuritnya.
19/03/2019 05:30:00

Merdeka.com - Memiliki pangkat jenderal bagi seorang prajurit TNI artinya memikul tanggung jawab besar terhadap prajuritnya. Karena itu seorang jenderal dituntut memiliki sikap tegas dan lugas.
Di sisi lain, para jenderal ini juga memiliki sikap sederhana dan rendah hati. Sifat ini yang membuat jenderal-jenderal dihormati dan disayangi oleh para prajuritnya. Berikut ini cerita jenderal TNI yang hidup sederhana dan rendah hati:

1. Jenderal Mulyono Rangkul Anak Buahnya
Merdeka.com - Jenderal TNI Mulyono saat masih menjadi Kasad melakukan kunjungan kerja di Timika, Papua, pada Septermber 2017 lalu. Dia memberikan pengarahan kepada prajuritnya yang berada di seluruh Garnizun Timika bertempat di Mayonif 754/ENK.
Mulyono terlihat sangat dekat dengan para prajuritnya. Hal terlihat ketika usai memberi pengarahan, banyak prajuritnya yang bertanya dan menyampaikan uneg-unegnya kepada Kasad. Namun kebanyakan prajuritnya meminta diberi beberapa fasilitas untuk prajurit. Jenderal berbintang Empat ini pun menjawab semua pertanyaan prajuritnya dengan bijak dan kebapakan.
Bukan itu saja bahkan Kasad pun turun dan mendatangi anggotanya. Di luar dugaan, Jenderal Mulyono kemudian mendekati Prada Meril dan merangkulnya. Prajurit TNI asal Papua ini pun merasa haru atas perhatian atasannya. Apalagi dengan rendah hati Mulyono menyebut dirinya cuma pelayan bagi para prajuritnya.
"Saya ini cuma pelayan kalian. Kalian butuh apa saya kasih. Jadi jangan anggap Kasad lebih tinggi dari kalian semua. TNI AD besar bukan karena saya, tapi karena kalian semua," ujar Mulyono.

2. Jenderal Jusuf Hidup Sederhana
Merdeka.com - Mantan Panglima TNI era 1978-1983 Jenderal M Jusuf ini berbeda dengan para pendahulu dan jenderal-jenderal yang lain. Jusuf dikenal sebagai sosok jenderal yang disegani anak buahnya karena hidupnya yang sederhana. Menurut kesaksian para prajurit, Para prajurit Jenderal M Jusuf tak pernah makan malam di restoran mewah. Makanannya biasa saja. Apa yang dimakan prajurit, itu juga yang dimakan dia.
Jenderal Jusuf menghabiskan waktunya untuk berkeliling dari satu barak ke barak lain. Karena itu dia tahu permasalahan prajurit di lapangan. Berbeda dengan jenderal yang cuma terima laporan di kantor ber-AC, Jenderal Jusuf melihat langsung para prajuritnya. Hal ini dikisahkan wartawan senior Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal Jusuf, Panglima Para Prajurit terbitan Kata Hasta Pustaka tahun 2006.
Dia jadi paham kebutuhan antara satu pasukan dan pasukan lain berbeda. Di Kalimantan Barat misalnya, dia berdialog dengan Komandan Kodim setempat. Sang komandan meminta lima buah kapal berkekuatan 40 PK untuk patroli. Hal itu dikabulkan Jenderal Jusuf karena melihat langsung teritori Kodim itu dipisah-pisahkan sungai. Begitulah Jenderal Jusuf. Selalu mau mendengarkan kebutuhan prajurit.
Kisah yang mengharukan adalah saat dia meninjau asrama di Ambon. Kondisinya sangat menyedihkan. Bocor di sana-sini, bangunannya pun nyaris ambruk. Hal itu sampai membuat jenderal bintang empat itu berpikir keras. "Aku tak sampai hati melihatnya. Kalau harus dipindahkan ke mana ya?" kata Jenderal Jusuf. Segera saja dia panggil Gubernur Maluku Hasan Slamet. Atas campur tangan gubernur, asrama tentara tersebut dapat dipindahkan ke lokasi yang lebih baik dan dibangun hingga layak ditinggali.

3. Kesederhanaan Jenderal Pranoto bikin anak buah menangis
Merdeka.com - Mayor Jenderal TNI (Purn.) Pranoto Reksosamodra merupakan jenderal TNI yang hidupnya sangat sederhana dan sangat dicintai prajuritnya. Kesederhanaannya dapat dilihat dari semasa hidupnya jenderal bintang dua yang makan hanya dengan sayur asem dan tempe.
Menurut Imelda Bachtia, penyunting buku catatan harian Jenderal Pranoto Reksosamodra yang diterbitkan Kompas tahun 2014. Saat Imelda melakukan riset saat menyunting catatan Jenderal Pranoto. Dia mengunjungi tangsi militer Kotabaru yang sekarang menjadi Korem Yogyakarta. Di sana dia menemukan seorang mantan anak buah Pranoto saat perang kemerdekaan.
"Bapak tua itu menangis. Dia bilang Pak Pran itu komandan saya yang paling baik. Dia tulus, tanpa pamrih," tutur Imelda.
Soal kesederhanaan Pranoto ini juga dituturkan oleh putra kelima, Handrio Pribadi. Menurutnya Pranoto selalu menekankan keluarganya untuk hidup sederhana. "Beliau sosok yang selalu memegang teguh prinsip. Kualitas seorang, bukan diukur kepangkatan tapi dari ketakwaan," kenang Handrio.