- Mungkin kamu belum familiar dengan nama Taman Junghuhn. Sebagai cagar alam dan tanda bukti kejayaan Indonesia, taman ini kini terabaikan.
11/10/2019 07:45:00

Bandung Barat - Mungkin kamu belum familiar dengan nama Taman Junghuhn. Sebagai cagar alam dan tanda bukti kejayaan Indonesia, taman ini kini terabaikan.
Pada abad ke-19 Jawa pernah menjadi penghasil kina terbesar di dunia. Ketika itu hampir 90 persen kebutuhan kima berasal dari Indonesia. Pohon kina dijadikan obat malaria dan bahan dasar obat.
Tumbuhnya pohon kina di Jawa, tak lepas dari tangan dingin, Franz Wilhelm Junghuhn. Pria berkebangsaan Jerman itu yang pertama kali menanam kina di Tanah Priangan.
Sekilas tentang Junghuhn, ia lahir di Mansfeld, Jerman pada 26 Oktober 1809. Di sela pekerjaannya sebagai dokter militer pada 1835, Junghuhn tersedot pesona alam tropis Nusantara.
Foto: (Yudha Maulana/detikcom)
Ia pun membuat berbagai penelitian tentang tumbuhan dan berhasil menggambar peta Pulau Jawa secara lengkap dari hasil penjelajahannya.
Junghuhn tutup usia pada 24 April 1864 di Lembang sambil memandang Gunung Tangkuban Perahu.
Sejarah penanaman pohon kina pertama oleh Junghuhn ditandai dengan berdirinya sebuah tugu di Desa Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Tugu itu kini dikenal warga sebagai Taman Junghuhn.
Hingga saat ini, tugu berbentuk kerucut itu masih berdiri. Terdapat tulisan Dr Franz Wilhelm Junghuhn, lengkap dengan tanggal kelahiran dan kematiannya.
Foto: (Yudha Maulana/detikcom)
Di perpustakaan alam itu juga tertanam pohon kina. Namun sayang, meski memiliki nilai sejarah yang tinggi, cagar alam itu tak terawat. Coretan tangan jahil mencoreng setiap sisi dari tugu tersebut.
Terlihat sampah plastik dan botol berserakan di taman tersebut. Bangunan memorial yang harusnya indah berbunga, menjadi area perlintasan warga. Taman ini tak berpagar dan dikelilingi oleh pemukiman padat penduduk.
Sementara itu, di bagian belakang tugu terdapat makam J.E de Vrij, seorang farmakolog yang mengembangkan dan meneliti kina untuk melawan malaria bersama Junghuhn. Nisan di makamnya pun hancur, sementara rantai besi yang mengelilingi makam hilang entah kemana.
Foto: (Yudha Maulana/detikcom)
Di sejumlah titik terdapat gundukan sisa-sisa pembakaran sampah oleh warga. Kondisi tersebut dibenarkan oleh Lili Susilah Nengtyas (50), warga sekitar.
"Dahulu, taman Junghuhn dirawat oleh seorang petugas, tapi kini sudah meninggal kini menjadi terbengkalai," ujar Lili saat ditemui detikcom, Kamis (10/10/2019).
Menurutnya, kondisi ini sudah terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu.
"Kadang suka petugas polhut datang ke sini, paling sebulan sekali atau dua minggu sekali," katanya.
Ketua RT 4 Kampung Yunghun, Ayi Mahfud mengakui jika dulu di sekitar Taman Junghuhn sering digunakan segelintir pemuda untuk minum-minum.
Foto: (Yudha Maulana/detikcom)
"Kalau sekarang sudah jarang, warga juga mengawasi kalau ada hal yang seperti itu," katanya.
Harapannya, taman ini menjadi salah satu cagar alam yang terawat. Sehingga banyak wisatawan yang datang untuk tahu sejarah penting kejayaan Nusantara di masa lampau.
Simak Video "Melihat Sejarah Pohon Kina Pertama yang Terbengkalai"
(bnl/bnl)
Pada abad ke-19 Jawa pernah menjadi penghasil kina terbesar di dunia. Ketika itu hampir 90 persen kebutuhan kima berasal dari Indonesia. Pohon kina dijadikan obat malaria dan bahan dasar obat.
Tumbuhnya pohon kina di Jawa, tak lepas dari tangan dingin, Franz Wilhelm Junghuhn. Pria berkebangsaan Jerman itu yang pertama kali menanam kina di Tanah Priangan.
Sekilas tentang Junghuhn, ia lahir di Mansfeld, Jerman pada 26 Oktober 1809. Di sela pekerjaannya sebagai dokter militer pada 1835, Junghuhn tersedot pesona alam tropis Nusantara.

Ia pun membuat berbagai penelitian tentang tumbuhan dan berhasil menggambar peta Pulau Jawa secara lengkap dari hasil penjelajahannya.
Junghuhn tutup usia pada 24 April 1864 di Lembang sambil memandang Gunung Tangkuban Perahu.
Sejarah penanaman pohon kina pertama oleh Junghuhn ditandai dengan berdirinya sebuah tugu di Desa Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Tugu itu kini dikenal warga sebagai Taman Junghuhn.
Hingga saat ini, tugu berbentuk kerucut itu masih berdiri. Terdapat tulisan Dr Franz Wilhelm Junghuhn, lengkap dengan tanggal kelahiran dan kematiannya.

Di perpustakaan alam itu juga tertanam pohon kina. Namun sayang, meski memiliki nilai sejarah yang tinggi, cagar alam itu tak terawat. Coretan tangan jahil mencoreng setiap sisi dari tugu tersebut.
Terlihat sampah plastik dan botol berserakan di taman tersebut. Bangunan memorial yang harusnya indah berbunga, menjadi area perlintasan warga. Taman ini tak berpagar dan dikelilingi oleh pemukiman padat penduduk.
Sementara itu, di bagian belakang tugu terdapat makam J.E de Vrij, seorang farmakolog yang mengembangkan dan meneliti kina untuk melawan malaria bersama Junghuhn. Nisan di makamnya pun hancur, sementara rantai besi yang mengelilingi makam hilang entah kemana.

Di sejumlah titik terdapat gundukan sisa-sisa pembakaran sampah oleh warga. Kondisi tersebut dibenarkan oleh Lili Susilah Nengtyas (50), warga sekitar.
"Dahulu, taman Junghuhn dirawat oleh seorang petugas, tapi kini sudah meninggal kini menjadi terbengkalai," ujar Lili saat ditemui detikcom, Kamis (10/10/2019).
Menurutnya, kondisi ini sudah terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu.
"Kadang suka petugas polhut datang ke sini, paling sebulan sekali atau dua minggu sekali," katanya.
Ketua RT 4 Kampung Yunghun, Ayi Mahfud mengakui jika dulu di sekitar Taman Junghuhn sering digunakan segelintir pemuda untuk minum-minum.

"Kalau sekarang sudah jarang, warga juga mengawasi kalau ada hal yang seperti itu," katanya.
Harapannya, taman ini menjadi salah satu cagar alam yang terawat. Sehingga banyak wisatawan yang datang untuk tahu sejarah penting kejayaan Nusantara di masa lampau.
Simak Video "Melihat Sejarah Pohon Kina Pertama yang Terbengkalai"
(bnl/bnl)