LOGO

News

Mengenal Sokushinbutsu, Teknik Mumifikasi Paling Ekstrem di Dunia

Mengenal Sokushinbutsu, Teknik Mumifikasi Paling Ekstrem di Dunia

08/04/2020 18:28:51
Dilansir TribunTravel dari laman atlasobscura.com, Sokushinbutsu adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biksu Jepang.
  • Dilansir TribunTravel dari laman atlasobscura.com, Sokushinbutsu adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biksu Jepang.

TRIBUNTRAVEL.COM - Berbicara tentang mumi, kebanyakan dari kita langsung membayangkan Mesir.

Kenyataannya, mumi tidak cuma berasal dari Mesir.

Mumi juga ada di Jepang.

Namun teknik mengubah seseorang menjadi mumi di Jepang terbilang cukup ekstrem.

TONTON JUGA

Jika proses mumifikasi di Mesir dilakukan saat seseorang telah meninggal, hal berbeda di lakukan di Jepang.

Proses mumifikasi justru terjadi saat orang itu masih hidup.

Dilansir TribunTravel dari laman atlasobscura.com, Sokushinbutsu adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biksu Jepang.

Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di prefektur Wakayama.

Proses Sokushinbutsu terbilang cukup ekstrem.

Bagaimana tidak, proses yang harus dijalani para biksu ini sangat lambat dan menyiksa.

Selama tiga tahun, para biksu akan makan makanan khusus yang hanya terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian, sambil melakukan aktivitas fisik yang menghilangkan lemak tubuh mereka.

Mereka kemudian makan hanya kulit kayu dan akar selama tiga tahun dan mulai minum teh beracun yang terbuat dari getah pohon urushi.

Getah pohon urushi biasanya digunakan sebagai pernis mangkuk.

Getah pohon urushi menyebabkan muntah dan kehilangan cairan tubuh secara cepat, dan — yang paling penting — membunuh belatung apa pun yang mungkin menyebabkan tubuh membusuk setelah kematian.

Akhirnya, seorang biksu yang melakukan mumifikasi diri akan mengunci dirinya di sebuah makam batu yang hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana ia tidak akan bergerak dari posisi lotus.

Satu-satunya koneksi ke dunia luar adalah tabung udara dan bel.

Setiap hari, dia membunyikan bel agar orang-orang di luar tahu dia masih hidup.

Ketika bel berhenti berdering, itu berarti mereka sudah tiada.

Tidak semua biksu yang berusaha melakukan mumifikasi diri berhasil.

Ketika makam akhirnya dibuka, beberapa mayat ditemukan membusuk.

Para biksu ini disegel kembali di kuburan mereka.

Sementara itu, biksu yang berhasil melakukan sokushinbutsu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan.

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Jika proses mumifikasi di Mesir dilakukan saat seseorang telah meninggal, hal berbeda di lakukan di Jepang.

Proses mumifikasi justru terjadi saat orang itu masih hidup.

Dilansir TribunTravel dari laman atlasobscura.com, Sokushinbutsu adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biksu Jepang.

Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di prefektur Wakayama.

Proses Sokushinbutsu terbilang cukup ekstrem.

Bagaimana tidak, proses yang harus dijalani para biksu ini sangat lambat dan menyiksa.

Selama tiga tahun, para biksu akan makan makanan khusus yang hanya terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian, sambil melakukan aktivitas fisik yang menghilangkan lemak tubuh mereka.

Mereka kemudian makan hanya kulit kayu dan akar selama tiga tahun dan mulai minum teh beracun yang terbuat dari getah pohon urushi.

Getah pohon urushi biasanya digunakan sebagai pernis mangkuk.

Getah pohon urushi menyebabkan muntah dan kehilangan cairan tubuh secara cepat, dan — yang paling penting — membunuh belatung apa pun yang mungkin menyebabkan tubuh membusuk setelah kematian.

Akhirnya, seorang biksu yang melakukan mumifikasi diri akan mengunci dirinya di sebuah makam batu yang hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana ia tidak akan bergerak dari posisi lotus.

Satu-satunya koneksi ke dunia luar adalah tabung udara dan bel.

Setiap hari, dia membunyikan bel agar orang-orang di luar tahu dia masih hidup.

Ketika bel berhenti berdering, itu berarti mereka sudah tiada.

Tidak semua biksu yang berusaha melakukan mumifikasi diri berhasil.

Ketika makam akhirnya dibuka, beberapa mayat ditemukan membusuk.

Para biksu ini disegel kembali di kuburan mereka.

Sementara itu, biksu yang berhasil melakukan sokushinbutsu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan.

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di prefektur Wakayama.

Proses Sokushinbutsu terbilang cukup ekstrem.

Bagaimana tidak, proses yang harus dijalani para biksu ini sangat lambat dan menyiksa.

Selama tiga tahun, para biksu akan makan makanan khusus yang hanya terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian, sambil melakukan aktivitas fisik yang menghilangkan lemak tubuh mereka.

Mereka kemudian makan hanya kulit kayu dan akar selama tiga tahun dan mulai minum teh beracun yang terbuat dari getah pohon urushi.

Getah pohon urushi biasanya digunakan sebagai pernis mangkuk.

Getah pohon urushi menyebabkan muntah dan kehilangan cairan tubuh secara cepat, dan — yang paling penting — membunuh belatung apa pun yang mungkin menyebabkan tubuh membusuk setelah kematian.

Akhirnya, seorang biksu yang melakukan mumifikasi diri akan mengunci dirinya di sebuah makam batu yang hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana ia tidak akan bergerak dari posisi lotus.

Satu-satunya koneksi ke dunia luar adalah tabung udara dan bel.

Setiap hari, dia membunyikan bel agar orang-orang di luar tahu dia masih hidup.

Ketika bel berhenti berdering, itu berarti mereka sudah tiada.

Tidak semua biksu yang berusaha melakukan mumifikasi diri berhasil.

Ketika makam akhirnya dibuka, beberapa mayat ditemukan membusuk.

Para biksu ini disegel kembali di kuburan mereka.

Sementara itu, biksu yang berhasil melakukan sokushinbutsu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan.

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Mereka kemudian makan hanya kulit kayu dan akar selama tiga tahun dan mulai minum teh beracun yang terbuat dari getah pohon urushi.

Getah pohon urushi biasanya digunakan sebagai pernis mangkuk.

Getah pohon urushi menyebabkan muntah dan kehilangan cairan tubuh secara cepat, dan — yang paling penting — membunuh belatung apa pun yang mungkin menyebabkan tubuh membusuk setelah kematian.

Akhirnya, seorang biksu yang melakukan mumifikasi diri akan mengunci dirinya di sebuah makam batu yang hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana ia tidak akan bergerak dari posisi lotus.

Satu-satunya koneksi ke dunia luar adalah tabung udara dan bel.

Setiap hari, dia membunyikan bel agar orang-orang di luar tahu dia masih hidup.

Ketika bel berhenti berdering, itu berarti mereka sudah tiada.

Tidak semua biksu yang berusaha melakukan mumifikasi diri berhasil.

Ketika makam akhirnya dibuka, beberapa mayat ditemukan membusuk.

Para biksu ini disegel kembali di kuburan mereka.

Sementara itu, biksu yang berhasil melakukan sokushinbutsu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan.

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Ketika bel berhenti berdering, itu berarti mereka sudah tiada.

Tidak semua biksu yang berusaha melakukan mumifikasi diri berhasil.

Ketika makam akhirnya dibuka, beberapa mayat ditemukan membusuk.

Para biksu ini disegel kembali di kuburan mereka.

Sementara itu, biksu yang berhasil melakukan sokushinbutsu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan.

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Pemerintah Jepang melarang sokushinbutsu pada akhir abad ke-19, meskipun praktiknya tampaknya berlanjut hingga abad ke-20.

Dari sekitar 28 dari sokushinbutsu, hanya 16 di antaranya yang dapat dikunjungi.

Yang paling terkenal adalah Shinnyokai Shonin dari Kuil Dainichi-Boo di Gunung suci Yudono.

Mayoritas biksu yang melakukan mumifikasi diri melakukannya di dekat kuil ini.

Telah ditunjukkan mata air lokal memiliki kadar arsenik yang tinggi, dan ini mungkin telah membantu para biksu dalam proses mumifikasi.

Lainnya dapat ditemukan di Kuil Nangakuji, di pinggiran Tsuruoka, dan di Kuil Kaikokuji di kota kecil Sakata.

• Jadi Oleh-oleh Khas Jepang, Ini 5 Masker Unik yang Bisa Dibawa Pulang

• Kebijakan Terbaru di Jepang, Larangan Masuk Bagi WNI hingga Penangguhan Visa

• Fakta Unik Budaya Jepang, Disiplin hingga Barang Hilang Mudah Ditemukan

• Perketat Aturan, Mulai 3 April 2020 Ini WNI Tidak Diperbolehkan Masuk Jepang

• Harakiri Yagura, Situs Tersembunyi dari Tempat Bunuh Diri Massal Abad Pertengahan di Jepang

Ambar Purwaningrum/TribunTravel

Berita selanjutnya